Thursday, 26 December 2013

Ngurusin Cara Berpakaian Orang

Saya baru aja ngetwit mau komentar tentang cara berpakaian orang, terus mikir, "Ah kayaknya bakalan panjang deh, bikin postingan blog aja ah." So Here I am running to this website and start writing. 

Jadi... Pernah buka Facebook terus nemu gambar/artikel ini di Newsfeed?

Hijabers

Link itu redirect ke Kaskus, dan isinya tentang pendapat seseorang yang bukan Muslim tentang Muslimah yang pake kerudung. Dia sih menyampaikan keheranannya dan ketidaksukaannya terhadap cewek-cewek berkerudung yang terlalu fashionable, soalnya menurut dia itu jadi nggak Islami lagi kesannya.

Saya setuju sama pendapat dia di situ, tapi bukan itu tujuan saya ngeblog. Oh, and I don't write this because the author is non-Muslim.

Saya jadi bertanya-tanya, sejak kapan kita jadi begitu ribet ngurusin cara berpakaian orang, padahal dia sudah berpakaian sopan? Okelah, orang Indonesia emang agak-agak sensi sama orang-orang yang berpakaian terbuka, ngasi liat banyak kulit, tapi kalo menurut saya komentar-komentar terhadap cewek berjilbab kayak gini kurang tepat sasaran.

And believe me, I used to give such comments, too.

Indonesia adalah satu negeri yang (katanya) menganut adat ketimuran. Kesopanan, terutama kepada yang lebih tua, dijunjung tinggi di sini. Masih banyak hal yang tabu buat diomongin dan dilakuin di negeri ini. Kalo menurut nilai dan norma yang berlaku di sini nggak cocok, ya berarti apa yang kita lakuin itu salah. Ngelawan orang tua, padahal orang tuanya ngajarin hal yang nggak bener, ya bisa aja dianggap salah karena kita membangkang.

Berpakaian pun suka salah di Indonesia tuh. Pake pakaian yang terlalu terbuka (dengan segala batasan-batasannya yang absurd), salah. Pakai pakaian yang menutup kulit tapi nyeplak badan, salah. Pakai pakaian yang menutupi seluruh badan pun tetep dianggap salah, dibilang nggak sesuai agama. Menurut saya, kalo udah menyangkut masalah agama, mending diomongin baik-baik ke orangnya langsung, diajak ke jalan yang benar, bukan dibikinin artikel aneh-aneh.

Temen-temen saya juga sering ngingetin saya kok, dan nggak pake nyindir-nyindir nggak penting.

Kalo saya pikir-pikir lagi, saya juga salah karena sempet ikutan ngomentarin-ngomentarin cara berpakaian hijabers yang modelnya bisa macem-macem itu. Memang ada yang masih belum bisa sepenuhnya sesuai dengan ajaran agama Islam, tapi apakah perubahan mereka yang akhirnya memutuskan untuk mengenakan pakaian yang lebih tertutup juga patut kita cemooh? Nggak kan? Saya juga nggak selalu bisa ngikutin apa yang agama saya ajarkan, tapi bukan berarti saya sepenuhnya cuek sama hal itu. Kita harus belajar lagi untuk lebih menghargai proses ketimbang tidak sabaran menagih hasil.

Emangnya kalian pikir belajar pake jilbab itu gampang?

Memang ada Muslimah yang bisa langsung JGERRR dapet hidayah terus besoknya dia langsung bisa pake jilbab yang sesuai ajaran agama Islam, tapi nggak semua cewek kayak gitu. Ada yang belajar pake jilbab di sekolah dulu, di rumah atau ketika jalan-jalan belum pake. Masih juga dikomentarin negatif sama orang, dikatain pake jilbab setengah-setengah. Kita kan nggak tau kalo dia lagi belajar atau gimana.

We seriously need to learn to not judge people from an instant look.

Saya hanya menyayangkan mereka-mereka yang sempet berkerudung, kemudian dilepas. 

Saya ngaku, bahkan saya yang udah berkerudung kurang lebih lima tahun, masih suka kepengen lepas, tapi saya tahan-tahan. Alasan pertama ya karena malu. Malu udah pake kerudung terus dilepas lagi. I'm not a perfect person but at least I try to be better. Saya juga banyak ngelakuin kesalahan but I somehow always find something to learn.

Mungkin begitu cara Allah sayang sama saya, ngingetin saya akan sesuatu. Misalnya ketika saya mencemooh orang lain, beberapa waktu kemudian Allah bakalan bikin saya terjebak dalam situasi yang dulunya saya cemooh. Rasanya emang kayak ngejilat ludah sendiri, but hey, that's how I learn to not judging. I'm not done learning, but I'm on my way.
Daripada terjebak selamanya mencemooh orang?

The last but not least, let's learn again and again and again to put ourselves on someone else's shoes. Try looking from other people's glasses. Karena dengan cara demikian, kita akan belajar untuk lebih menghargai. Orang Indonesia memang selalu bisa menemukan hikmah dalam setiap musibah, tapi jangan di setiap hal. However, I think we can take positive things in this case. Let's learn together :)


Salam,

Suvi Tan Antara :)

Monday, 23 December 2013

Belajar Kehidupan dari Komik One Piece

One-Piece-Wallpaper
Mugiwara Pirates. Kaptennya namanya Monkey D. Luffy, itu yang pake topi jerami


Siapa bilang ilmu-ilmu kehidupan cuma bisa didapet di buku-buku sekolah, biografi tokoh terkenal, atau koran? Saya sendiri nemuin banyak pelajaran tentang hidup dari komik keluaran Jepang yang satu ini: One Piece.

One Piece ini udah terbit sejak tahun 1997, saya tahu kelas empat SD (sekitar tahun 2000), tapi baru baca pas kelas satu SMA (tahun 2007). Saya jatuh cinta sama banyak hal dari komik ciptaan Eichiiro Oda ini. Saya jatuh cinta sama karakter-karakternya, saya jatuh cinta sama alur ceritanya, saya jatuh cinta sama gambarnya, saya jatuh cinta sama hampir semua hal yang ada di komik ini!

Banyak banget pelajaran kehidupan yang bisa diambil dari komik ini loh, menurut saya. Di antaranya:
  1. Berjuang dan berkorban demi hal yang berharga. Di sini, Luffy dan kawan-kawan nggak peduli dengan cara apapun, mereka bakalan ikut berjuang demi keadilan. Loh? Mereka kan bajak laut? Ya, keadilan di sini adalah keadilan menurut mereka. Eichiiro Oda juga bikin ceritanya nggak ngasal sih. Di komik One Piece ini, tokoh antagonisnya macam-macam. Pihak pemerintah dunia pun ada yang suka menindas. Nah, Mugiwara Pirates ini menentang hal semacam itu. Jadi ceritanya mereka adalah orang baik, meskipun mereka adalah bajak laut (yang seharusnya jadi orang jahatnya). Kalau menurut mereka, mereka udah ngelakuin hal yang benar, mereka nggak akan ragu-ragu lagi buat ngebantu orang lain. Seringnya, mereka ngebantuin orang yang bahkan mereka nggak kenal. Jadi orang baik emang nggak perlu alasan.
  2. Teman-teman adalah harta karun. Luffy digambarkan sebagai kapten yang hanya mau punya 10 kru bajak laut. Sejauh ini udah ada 8 orang, berarti butuh 2 orang lagi buat menuhin ambisinya punya 10 kru. Buat saya, ini kayak ngingetin bahwa berteman itu bukan hanya masalah kuantitas, tapi juga kualitas. Luffy nggak ingin kayak kebanyakan bajak laut yang lain, yang punya kapal dan kru yang banyak, tapi dia nggak mengenal semuanya. Luffy hanya punya 8 kru sampe saat ini, tapi dia selalu berjanji buat ngelindungin mereka semua. Semua kru bajak laut topi jerami pun setia banget sama Luffy. Buktinya? Luffy orangnya egois, keras kepala, dan suka punya permintaan yang aneh-aneh, tapi semuanya dikabulin. Semua sayang Luffy.
  3. Hidup ini nggak selamanya tentang kemenangan. Meskipun Mugiwara Pirates (Bajak Laut Topi Jerami) itu tokoh utama di komik ini, nggak berarti mereka menang terus. Ada satu kisah petualangan di mana Luffy kalah ngelawan orang-orang Angkatan Laut, dan dia harus terpisah dari semua semua semua semua temen-temennya. Luffy sendiri malah terdampar di pulau yang nggak dia kenal sebelumnya. Setelah itu, Luffy malah kehilangan kakak angkatnya, temen main dia dari kecil, karena dibunuh Admiral Angkatan Laut. Luffy sempet down banget dan nggak semangat buat ngelanjutin hidupnya. Kemudian dia diingetin kalo dia masih punya 'keluarga'. Dia masih punya temen-temennya, kru kapalnya. Abis itu dia bangkit lagi deh!
  4. If you have a goal, focus on it and work hard to reach it! Luffy cuma punya satu tujuan dari awal. Dari chapter satu sampe chapter tujuh ratus tiga puluh dua komiknya, Luffy cuma kepengen jadi RAJA BAJAK LAUT. Udah, nggak ada yang lain. Masih banyak bajak laut-bajak laut sama Angkatan Laut yang lebih kuat dari dia, tapi tujuan Luffy nggak pernah berubah. Meskipun dia sering dikalahin orang lain, dia nggak pernah menyerah! 
  5. Hidup bebas itu impian setiap orang. Salah satu alasan Luffy kepengen jadi bajak laut adalah karena bajak laut hidupnya bebas, nggak terkekang sama peraturan. Jadi bajak laut emang jadi kriminal karena pada dasarnya dia nggak taat peraturan. Tapi, hal ini nggak bikin Luffy jadi pembunuh atau penindas. Dia masih punya batasan-batasan di hidupnya. Luffy nggak pernah membunuh lawan-lawan yang pernah dia kalahin. Mungkin menurut dia, tetep hidup setelah dikalahin itu bakalan ngasih pelajaran lebih daripada kematian. Eh, gatau ding, asumsi aja hahaha.
Masih banyak hal yang bisa dipelajari dari komik One Piece ini loh, coba deh baca komiknya. Menurut saya sih ceritanya masih seru buanget, nggak kayak komik-komik yang lain. Komik ini umurnya udah 16 tahun, dan masih belum tahu kapan tamatnya. Saya berharap, komik ini bakalan seru terus, jadi bacanya nggak bosen. Animenya sendiri udah sampe episode 626 (banyak ya?) tapi masih bagus aja.

Semoga Eichiiro Oda nggak mati sampai komik ini tamat. Amiiin.

Saturday, 21 December 2013

Akhir Masa Kuliah

Kemarin, waktu lagi bimbingan, dosen saya bilang, "Kamu sidang paling telat tanggal 9 yah!" Kemudian saya menyahut, "Tanggal 9 Januari, Sir?" yang kemudian dijawab, "Yaiyalah!"

Saya menyambutnya dengan menelan ludah berkali-kali. Saya sadar, sih. Seberapa pun lamanya saya menunda, pada akhirnya saya harus menghadapi ujian terakhir saya sebagai calon sarjana ini:

SIDANG SKRIPSI.

Saya deg-degan banget mau nyambut datangnya perintah untuk sidang skripsi itu. Saya akui, seharusnya saya bisa menyelesaikan skripsi saya ini akhir bulan Oktober kemarin, namun saya takut. Saya belum siap menghadapi sidang. Saya belum merasa menguasai materi-materi yang akan saya sampaikan. Tapi memang benar apa kata orang:

"Kalau kita nunggu siap dalam melakukan sesuatu, kita nggak akan pernah siap. Manusia itu nggak pernah siap. Kita akan selalu dipaksa untuk siap."

Kalau dosen saya nggak mengeluarkan ultimatum seperti itu, belum tentu saya menyiapkan diri saya dengan intensif mulai dari hari ini. Saya harus berusaha.

Saya memang nggak terlalu dekat dengan dosen pembimbing saya, tapi saya senang dialah yang membimbing saya menyusun skripsi ini. Beliau mampu memotivasi saya setiap kali kami bimbingan, meskipun seringnya saya harus menunggu beliau hingga berjam-jam ketika kami ada jadwal bimbingan. Beliau menyebut saya salah satu mahasiswanya yang militan. Padahal menurut saya, saya masih bermalas-malasan dalam pengerjaan skripsi ini. Tapi memang sih, saya selalu berusaha mengabari beliau bagaimana perkembangan pengerjaan skripsi saya. Meskipun saya tidak punya kemajuan, saya akan memberitahu beliau. Because I think that's what advisor is for. Untuk membimbing saya. Maka dari itu, saya nggak boleh ragu untuk mengungkapkan keraguan saya.

I don't know what to write anymore. Wish me luck, yah!

Sunday, 8 December 2013

Menaruh Harapan Pada Pemimpin Daerah

Memang banyak pemimpin Indonesia yang nggak bener. Anggota DPR pada korupsi, plesiran jauh-jauh ke luar negeri buat sesuatu yang nggak signifikan, bikin peraturan yang kurang penting, sampe nonton video porno waktu lagi sidang. Lha kok yo ndak mikir sama sekali ya. Mbok kalo mau nonton bokep ya di rumah aja, kenapa harus di ruang sidang? Capernya nggak lucu sama sekali, Pak.

Udah susah-susah jadi pejabat, kekuasaannya malah dipake buat diri sendiri. Memperkaya diri, keluarga, maupun partai (sendiri). Nggak tau deh kapan mikirin rakyatnya. Rakyatnya sendiri serba salah. Mau dimaklumi, makin merajalela. Marah-marah, tempat aspirasinya yang ngelakuin pelanggaran. Akhirnya banyak rakyat yang malah antipati sama pemimpinnya sendiri. Lha wong udah dipilih untuk menyejahterakan rakyat, malah nggak dilakuin. Kan kesel. Ibaratnya udah ditembak, eh pas bilang iya mau pacaran, eh abis itu ternyata si dia nggak sebaik pas pedekate. Masa pedekate emang paling indah.

Udah yuk fokus lagi ke hal yang seharusnya.

Tapi akhir-akhir ini yang lagi populer adalah pemimpin daerah yang bener-bener berpihak pada rakyat kok. Saya punya dua contoh yang hasil kerjanya 'kelihatan'. Kenapa 'kelihatan'-nya pake tanda kutip? Karena memang program mereka nggak bisa dinikmati dalam waktu yang instan. Butuh dukungan dan partisipasi warga yang nggak sedikit, dan penyelesaian programnya butuh waktu yang nggak sebentar. Jadi emang kudu sabar sebelum hasilnya bener-bener keliatan banget. By the way, dua contoh pemimpin itu adalah pasangan Jokowi-Ahok dan Ridwan Kamil. Ini nih orang-orangnya:

Ridwan Kamil, Walikota Bandung

ki-ka: Jokowi - Ahok, Gubernur & Wakil Gubernur DKI Jakarta
Ridwan Kamil itu walikota Bandung. Beliau aktif banget di Twitter buat berinteraksi sama warga Bandung. Saya sendiri nggak tau siapa itu Ridwan Kamil sebelum beliau jadi walikota Bandung. Sempet nggak peduli juga soalnya kan walikota Bandung sebelumnya keseret kasus korupsi gitu. Kemudian salah satu temen saya ngomong-ngomongin Ridwan Kamil gitu katanya beliau kocak di Twitter. Saya yang penasaran pun buka Twitternya Ridwan Kamil di sini. Interaksi beliau bagus banget. Twitternya dikelola sendiri sama beliau, nggak pake admin. Ridwan Kamil secara rutin mengkampanyekan program-program yang beliau punya di Twitter, dan mendokumentasikannya. Ada beberapa program yang saya suka. Pemindahan PKL, penghijauan kota, proyek biopori, wifi Bandung Juara, Damri gratis untuk pelajar berseragam tiap hari Senin, tim gorong-gorong Bandung Juara, kemudian penertiban pengemis dan topeng monyet di jalan-jalan di kota Bandung, dan masih banyak lagi. Bahkan siapapun bisa berkontribusi buat jadi relawan. Kalo mau daftar jadi relawannya, atau sekedar tahu lebih dalam tentang Ridwan Kamil (dan wakilnya, Oded) bisa mampir ke sini.

Selanjutnya ada Jokowi-Ahok. Awalnya sempet pesimis juga sama pasangan ini. Khawatir mereka bakalan disetir sama partai tempat mereka berasal, kemudian, seperti pemimpin yang lainnya, bakalan lebih mikirin kesejahteraan partai daripada rakyatnya. Saya dulu lebih penasaran sama Faisal Basri sih, tapi yang kepilih Jokowi-Ahok. Yaudah deh.

Meskipun bukan orang Jakarta dan nggak tinggal di sana, kurang lebih saya ngikutin juga perkembangan beritanya dua orang ini. Wajar dong, DKI Jakarta kan ibukota Indonesia, jadi mau nggak mau, suka nggak suka, pasti harus ngikutin beritanya karena kurang lebih mencerminkan Indonesia. 

Surprisingly, kerjanya bagus. Pemberitaannya kebanyakan positif. Gebrakan-gebrakan yang dilontarkan Jokowi-Ahok ini berani menentang arus kepemimpinan yang lagi populer. Jokowi dengan sikap rendah hatinya bisa merangkul warga Jakarta di pinggiran. Ahok yang kayak nggak takut sama apapun berani ngelakuin sesuatu yang radikal. Tapi justru sikap inilah yang bikin rakyat Jakarta nyimpen harapan di atas pundak mereka berdua. Harapan kalo Jakarta akan jadi kota yang lebih baik. Perjalanan masih panjang, tapi bukan berarti nggak mungkin.

Jokowi-Ahok juga nggak segan-segan ngasi liat slip gaji mereka. Transparansinya bagus. Ahok, di situs pribadinya bahkan mempublikasikan slip gaji, pemakaian APBD, anggaran daerah, dll dll. Ini situs pribadinya Ahok.

Dua contoh pemimpin daerah ini rasanya udah kayak Oasis di tengah padang pasir dunia politik Indonesia. Walikota Surabaya, Tri Rismaharini juga katanya kerjanya bagus, tapi saya nggak begitu mengikuti berita-beritanya. Jadi saya nggak ulas di sini. Sebenernya lucu ya, lucu ironis gitu. Pemimpin yang baik seperti mereka, justru yang langka. Justru yang tidak populer.

Semoga ke depannya pemimpin yang baik seperti mereka lah yang jadi populer. Semoga pemimpin-pemimpin busuk yang akan terkikis sampai kemudian dilupakan karena nggak penting. 

Saya jadi semangat lagi menyambut 2014. Semoga di pemilu pertama saya nanti, saya bakalan bisa milih pemimpin yang emang baik. Yang janjinya bisa dibuktikan. Yang berani menentang ketidakadilan demi tercapainya kesejahteraan rakyat.

ciebangetgasih? Huahaha

Ya pokoknya gitu lah. Semoga ini tandanya negeri ini akan kembali ke jalan yang benar. Sebagai warga negara Indonesia, kita punya kewajiban untuk peduli. Ini juga mumpung saya lagi inget, lagi bener hihiihi. Semangat!

Tuesday, 3 December 2013

Menulis Tentang Bapak - Part 1

Kali ini saya ingin menulis tentang Bapak. 

Bapak saya adalah seorang laki-laki yang lahir di Tulungagung, menjadi piatu ketika beliau duduk di kelas enam SD (saya nggak pernah ketemu nenek dari pihak Bapak), sering dimarahi kakek dan bude-bude saya karena sering nyomot lauk pauk, padahal mereka hidup jauh dari cukup, hanya mampu sekolah sampai SMA karena nggak punya biaya untuk ngelanjutin ke bangku kuliah. Bapak saya orangnya kocak, pelit, dan nyebelin. Tapi saya sayang banget sama Bapak.

Saya pernah nulis (tapi lupa di mana), bilang kalo di keluarga saya, kami (Saya, Mamak, Bapak, dan Panca) nggak terbiasa buat ngungkapin rasa sayang. Kami tahu kami saling menyayangi. Dan itu cukup.

Sejauh yang saya ingat, Bapak adalah seorang penjahit. Mamak pernah bilang kalo dulu Bapak sering gonta-ganti kerjaan sebelum mutusin buat buka tempat jahit sama Mamak. Kalo denger cerita-cerita Mamak tentang Bapak, saya suka kepengen nangis. Betapa di balik diamnya Bapak, Bapak punya banyak cerita, yang nggak diceritain. Bahkan sampai saya umur 21 tahun, saya belum pernah diceritain kisah Bapak ketemu sama Mamak, pacarannya gimana, ngelamarnya, dll. Cuma satu foto pernikahan mereka yang saya pernah lihat. Yang lebih lampau dari itu, tidak pernah. 

Mamak pernah cerita dulu pernah kabur dari Tulungagung ke Bali ketika umur saya masih sekitar 2 bulan, terus disusul sama Bapak. Kayaknya itu hal paling romantis yang pernah saya denger tentangnya. Hehehe.

Waktu saya belum masuk TK, pas bangun pagi dan nggak ada Mamak, saya pasti tanya sama Bapak.

"Pak, Mamak mana?"

"Mamak lagi di tempat Mak Puk. Bantu-bantu masak soto buat dagang."

Dan saya akan merengek minta ketemu Mamak, kemudian dibonceng Bapak naik sepeda dari Jalan Nusakambangan, Denpasar, sampai ke warung bude saya di dekat Pasar Badung. Lumayan jaraknya, tapi saya nggak inget persis.

Begitu ketemu Mamak, saya akan langsung minta pulang.

Bapak adalah pengantar jemput saya ke dan dari sekolah sejak saya TK hingga saya SMA. Ketika saya minta jemput, Bapak jarang sekali telat. Kalau saya pulang sekolah jam satu siang, Bapak akan sudah ada di sekolah jam 12.45, menunggu saya pulang.

Setiap kali saya punya PR dari sekolah, Bapak akan nungguin saya ngerjain PR, ngomelin saya kalo saya nanya jawaban ke Bapak tanpa baca bukunya dulu.

"Baca dulu buku pelajarannya, kalo nggak ada, baru tanya sama Bapak. Jangan langsung tanya sebelum cari tahu dulu!" katanya.

Kadang-kadang saya akan kesel karena Bapak nggak mau kasitau jawaban PR saya. Kadang-kadang saya akan langsung nurut buka buku, lalu nyengar-nyengir ngeliatin Bapak karena jawabannya ketemu.

Dari TK sampe SD, saya merasa Bapak adalah orang paling pintar sedunia karena selalu punya jawaban atas pertanyaan-pertanyaan saya. Mamak juga bilang, "Bapakmu itu sebenernya pinter, Ra. Cuma nggak punya duit aja buat sekolah lagi." Yang selalu bikin saya ingin nangis ngedengernya. Sayapun sadar, nggak semua orang pintar bisa sekolah tinggi-tinggi.

Saya dekat dengan matematika sejak saya kecil. Ketika temen-temen belajar tambah-tambahan, Bapak udah ngajarin ngitung puluhan. Di sekolah belajar ngitung puluhan, Bapak udah ngajarin ratusan dan ribuan. Ketika saya udah tau trik tambah-kurang, di sekolah belajar itu, Bapak udah ngajarin perkalian dan pembagian. Semua soalnya dia bikin sendiri, khusus buat saya. Kelas tiga SD saya minta les sempoa, dibolehin. Satu-satunya les yang saya ikutin selama SD hingga SMP.

Masuk SMP, Bapak udah mulai nggak bisa bantuin saya bikin PR. Saya sempet ngerasa kecewa karena nggak bisa sering-sering belajar ditemenin Bapak lagi. Dulu Bapak sama Mamak selalu ngecekin nilai di sekolah, begitu SMP udah mulai nggak. Butuh waktu lama bagi saya untuk nerima kalo Bapak nggak sepintar yang saya bayangkan. Bapak pernah bilang,

"Mulai sekarang kamu harus belajar ngerjain PR sendiri. Bapak udah lupa pelajaran-pelajaran SMP. Bapak udah nggak bisa bantuin kamu kayak dulu lagi."

Saya bisa ngeliat permintaan maaf Bapak di matanya.

***

Panca lahir ketika saya kelas lima SD. Bapak seneng banget main sama Panca, sampai sekarang. Mungkin karena Panca laki-laki ya, jagoan. Bapak seneng di rumah ada temennya sesama laki-laki, jadi mereka deket, meskipun namanya juga anak, pasti lebih deket sama ibunya. Panca selalu bisa have fun ketika sama Bapak. Bapak orangnya lucu, kocak, jarang marah. 

Kalau saya dimarahin Mamak, Bapak selalu jadi tempat pelarian. Mamak kalau marah suka ngambek; nggak masak, nggak mau ngasih uang jajan, jadi saya harus minta ke Bapak. Bapak jarang banget nanya kenapa Mamak marah. Bapak cuma nanya kenapa minta duit, untuk apa, kemudian ngasih duitnya. Hal ini berlaku dari dulu banget.....sampe sekarang.

(to be continued)

Sunday, 1 December 2013

Pengamen Banci

Kali ini saya pengen ngomongin pengamen. Lebih spesifiknya, pengamen banci.

Saya emang nggak pernah ngamen, apalagi jadi pengamen banci, jadi saya nggak tau gimana sebenernya rasa jadi pengamen banci.

Baru beberapa saat yang lalu, saya dan temen-temen saya makan di angkringan di deket Masjid Salman ITB. Angkringan ini cukup terkenal dan selalu rame (paling nggak, dua kali saya ke sana, rame terus). Makannya ngeleseh gitu, dan suasananya enak, terasa akrab. 

Tapi bukan itu topik tulisan saya malem ini.

Tempat makan pinggir jalan kayak gini, pastinya nggak luput dari kunjungan pengamen-pengamen, termasuk pengamen banci. Sepengetahuan saya, pengamen-pengamen di tempat makan gini ya pengamen beneran, bukan yang cuma sok-sokan ngamen. Nyanyinya bagus, jadi ngasi duitnya juga ikhlas.

Kemudian dateng nih pengamen banci yang komplit sama dandanannya. Pake tank top baby blue gitu, wig panjang, sama kayanya pake kain pantai yang disarungin gitu, jadi sebelah kakinya keliatan sampe paha (kebayang kan maksudnya gimana?) Setelah saya perhatiin, ternyata itu pengamen yang udah beberapa kali kita (saya dan temen-temen) temui kalo lagi nongkrong. Kalo dia inget pernah ketemu kita juga, kayaknya bisa dibilang udah cs-an deh hehe.

Kemudian pengamen ini mulai nyanyi, sambil sesekali ngajakin ngobrol, ngegodain temen saya yang ganteng (yang udah keringet dingin sejak pengamen banci ini nongol), ngelempar jokes-jokes garing, dan hal-hal yang biasa dilakuin pengamen banci.

Karena udah cs-an sama pengamen banci ini, kita jadi lebih ikhlas ngasi duitnya. Ngobrolnya udah nyambung (dikit), interaksi udah lebih enak, dan kita lebih bisa menghargai dia. Salah satu temen saya sendiri ngaku kalo nggak setakut dulu lagi, ketemu sama pengamen banci yang ini.

Akhirnya pengamen banci ini pindah ke circle tongkrongan yang lain, sebelah kita. Temen saya ada yang nyeletuk, "Wah, itu udah ngasi uang duluan!" Kemudian saya nengok. Eh, ternyata bener apa yang dibilang temen saya. Pengamen banci itu akhirnya pergi ngambil duitnya bahkan sebelum dia sempet nyanyi.

Tapi, sebelum dia pergi dari satu circle, pengamen banci ini selalu bilang, "Terima kasih ya, semoga sehat selalu." Termasuk ke circle saya dan tetangga sebelah ini.

Kemudian saya ngebayangin gimana kalo saya ada di posisi dia, pengamen banci ini (bukan berarti saya pengen jadi pengamen). Gimana rasanya berpura-pura menjadi perempuan, saat saya sebenernya laki-laki. Atau sebaliknya. Gimana rasanya menjadi diri sendiri dengan jadi perempuan, ketika sebenernya saya berpura-pura dengan kelaki-lakian saya. Pasti rasanya membingungkan. Saya harus ngamen untuk menunjukkan identitas diri saya yang sebenernya. Merasakan penolakan bahkan sebelum saya ngelakuin pekerjaan saya, hanya karena mereka takut dideketin banci.

Saya kadang-kadang pengen tahu, pengamen-pengamen banci ini pas pulang ke rumah dan ngehapus lapisan make-up yang dia pake, apa yang dia rasain ya? Apa yang ada di pikiran dia pas ngeliat mukanya di cermin, berubah dari perempuan jadi laki-laki lagi?

Ada yang mengatakan, ketika kita melakukan hubungan intim, kita tidak akan merasa malu saat saling melucuti pakaian. Kita harusnya merasa malu saat mengenakannya lagi.

Kelihatannya, menjadi banci sama halnya dengan berhubungan seksual.

Pantesan ada yang bilang, "No one helps you once you're fucked up. That's why after sex, you help yourself wearing your clothes."