Tuesday, 25 November 2014

Writing Challenge: My Biggest Fear Before 2014 Ends

Well, so my friend Nita suddenly came up with a very exciting idea: writing challenge! Jadi intinya Nita akan kasih saya satu topik untuk ditulis, saya kasih Nita satu topik untuk ditulis, dan kita berdua akan upload tulisan itu di hari yang sama. 
Topik pertama yang saya dapat sangat mencengangkan: My Biggest Fear Before 2014 Ends. Jujur saja, saya harus mikir keras dan lumayan lama sebelum nentuin mau nulis apa di sini.
Ketakutan terbesar saya tahun ini mungkin kalo saya belum tahu apa yang bakalan saya lakukan di tahun 2015. Saya kerja di mana tahun depan? Sudah bisa mandiri secara finansialkah saya tahun depan? Bisa ngejalanin LDR nggak? Sia-siakah apa yang saya lakukan selama ini?
Ketakutan terbesar saya tahun ini mungkin adalah jika saya menutup tahun ini dan menyadari kalau saya kurang produktif. Saya takut akan kesia-siaan. Saya takut apabila apa yang saya lakukan selama setahun belakangan ternyata nggak ada artinya, hanya buang-buang waktu.
……
Agak susah nulis ini, soalnya saya harus mikirin ketakutan saya dan rasanya nggak nyaman. Ketika tulisan ini selesai, mungkin saya nggak akan nulis secara eksplisit apa ketakutan terbesar saya. Soalnya….Yah… Siapa sih yang mau mikirin sesuatu yang menakutkan?
Kita terlalu terbiasa mengenyahkan pikiran-pikiran nggak enak, menghindari konflik, lari dari masalah. Pokoknya selama masih bisa ditunda, ya jauhi. Kalo udah mendesak banget, baru hadapi.
Sayangnya, meskipun kita tahu bahwa hal itu salah, kita tetap melakukannya. Menghadapi ketakutan memang butuh keberanian besar. Yaiyalah, menurut kalian aja gimana?
Topik pertama ini sebenernya bikin saya agak males nulis. Bikin saya mikir, apa yang udah saya perbuat selama ini supaya saya nggak perlu mengawali 2015 dengan absurd? Saya males mikirin hal itu karena bikin saya khawatir. Saya takut kalo apa yang saya harapkan nggak terkabul, saya takut kalo segala perjuangan saya gagal.
Pernah mikir nggak sih, kenapa ya, meskipun kita tahu bahwa kegagalan itu mungkin terjadi, meskipun kita selalu menyiapkan mental untuk menerima kegagalan, tapi rasanya tetep sakit? Kegagalan bikin kita takut buat nyoba hal baru. Hal yang nggak tau bakalan bawa kita ke mana.
Ah, saya udah makin ngawur nih nulisnya. Maklum, udah malem dan saya udah ngantuk. Makasih ya yang udah nyempetin waktu buat baca. And… Nita, be prepared for your next theme!!

Regards, Suvi Tan Antara
Cirebon, 25 November 2014 - 11.41pm

Sunday, 23 November 2014

Perjuangan Seorang Fresh Graduate

Saya terhitung masih Fresh Graduate, baru lulus tahun ini (Mei 2014) dari President University, jurusan Ilmu Komunikasi. Skripsi kemarin pake Framing, ngebahas tentang pembingkaian berita kontroversi penyelenggaraan Miss World 2013 di Indonesia, membandingkan antara Kompas.com dan republika.co.id.

Emaap, ini bukan lagi interview kerja ya?

Sekarang bulan November ya? Berarti saya udah lumayan lama menganggur, huhuhu. Sekarang statusnya setengah jobless sih, soalnya saya dapet kerjaan freelance di salah satu digital marketing agency di Jakarta, sebagai content writer. Sekarang statusnya lagi nunggu pengumuman beberapa perusahaan, di berbagai tahapan seleksi. Masih semangat? Masihlah!!

Insyaallah nanti kalo sudah lolos seleksi semuanya, saya akan update postingan ini. Kali ini saya ingin kasi tips aja buat temen-temen yang sama-sama fresh graduate dan lagi nyari kerja. Kayaknya bakalan panjang, semoga nggak membosankan yah! *kretekin jari*

Idealisme Vs. Realita

Sebagai mahasiswa yang baru lulus kuliah, apakah pekerjaan impian kita semua? Yak! Tentu saja kita semua ingin bekerja sesantai-santainya dan mendapatkan uang sebanyak-banyaknya! Yeay! Unfortunately, that kind of job doesn't exist. Kerjaan jadi traveler yang dibayar untuk jalan-jalan tentu aja bikin ngiler, tapi percaya deh, mereka juga bekerja keras untuk bisa ada di posisi itu. Jadi, sebagai mahasiswa yang dulunya dijejali banyak ideologi dan tuntutan integritas supaya bisa jadi generasi pengganti (bukan generasi penerus), kita harus bisa pintar-pintar memilah mana nilai-nilai yang bisa dikompromikan dan mana yang harus terus kita junjung. Ketika menulis ini tentu saja saya belum mengalami gimana pastinya realita dunia kerja. 

Tahapan Seleksi yang Lama

Well, nggak semua perusahaan sih tahapan seleksinya lama. Ada perusahaan yang cepet banget. Saya pernah apply magang di salah satu perusahaan e-commerce, jadi kirim CV sekarang, setengah jam kemudian udah ditelpon diminta datang interview keesokan harinya, dan besoknya saya langsung keterima. Saya mulai kerja 2 minggu kemudian.

Sayangnya, jika teman-teman ingin masuk perusahaan besar yang seleksi karyawannya sangat ketat, proses seleksi ini bisa makan waktu berbulan-bulan. Saya apply ke salah satu BUMN di bulan Mei, dan baru dipanggil untuk seleksi pada bulan Oktober. Salah satu BUMN lainnya, proses seleksinya memakan waktu 5-6 bulan. Padahal zaman sekarang sudah canggih, tapi assessment memang tetap lama. Entahlah.

Jadi ya memang harus sabar, apalagi jika ingin masuk sebagai MT (Management Trainee). Proses seleksinya ada banyak sekali. Tes kemampuan, pemeriksaan psikologi (yang bisa makan waktu seharian, bahkan dua hari!), TOEFL, wawancara HR, wawancara user, hingga medical check-up. Wawancara user pun bisa berkali-kali. Jika satu user merasa kurang cocok dengan teman-teman, biasanya dioper ke divisi lain untuk diwawancara lagi, lagi, dan lagi. Pokoknya membingungkan. Saking lamanya, saya yang tadinya semangat 45 mencari kerja pun sampai sempat ngedown, sampai sekarang semangat lagi. 

Tujuan Bekerja

Nah... Ini kayaknya yang paling bikin galau. Buat saya, tujuan bekerja ini sangat erat kaitannya dengan "Passion vs Money". Kalau memang bisa dapet pekerjaan yang sesuai passion dan bisa mencukupi kebutuhan dan keinginan temen-temen, bersyukurlah banyak-banyak!!! Nggak semua orang bisa mendapatkan kemewahan itu. Passion saya menulis, dan saya ingin kerja di media. Tapi udah jadi rahasia umum kalo kerja di media itu....sakit di dompet. Orang tua saya masih cukup konservatif dan menganggap kalau kerja paling baik ya di BUMN (this is my assumption). Ikatan dinas. PNS. Begitu. Jadi ketika saya dapat panggilan seleksi di perusahaan yang mereka belum pernah dengar namanya, biasanya tanggapannya hanya, "Hmm... Yaudah kamu coba aja." atau hanya, "Oh... Itu perusahaan apa?" Jadi datar banget memang. Kadang-kadang memang bikin sakit hati, hahahaha. However, saya masih percaya kalau persetujuan orang tua = persetujuan Allah. Jadi, menurutlah pada kedua orang tuamu!

Kalau memang ingin cepat kerja, ya terimalah pekerjaan pertama yang menerimamu! Kalau mau gaji gede, ya mendaftarlah ke perusahaan besar, tapi bersabarlah terhadap proses seleksinya. Kalau mau nurut sesuai passion, terimalah konsekuensinya. Pokoknya, kita harus siap dengan segala dampak yang timbul dari hasil keputusan kita.

Suvi ngomongnya udah kayak yang paling sukses aja, heu.

Siap Mental

Ugh, saya udah lumayan terlatih banget sama yang satu ini. Serangan mental bisa datang dari mana saja: orang tua, keluarga besar, tetangga, temen-temen, perusahaan, gebetan, mantan, pacar, dan lain-lain! Eh? Nggak percaya? Seriusan!!

"Sekarang kerja di mana?" - datang dari berbagai kalangan
"Kamu mau sampai kapan santai-santai di rumah?" - biasanya dari orang tua
"Kamu apa kabar? Mama nanyain tuh, kenapa gak pernah ke rumah lagi?" - biasanya dari mantan
"Maaf, kamu terlalu baik buat aku." - pacar yang ngajakin putus
"Kami telah menemukan kandidat yang lebih cocok untuk posisi ini." - dari perusahaan yang nolak kita
"Kok sampe sekarang belum kerja sih?" - berbagai kalangan
"Kemarin aku jalan sama dia...." - gebetan yang ternyata suka sama cewek lain
"Kelakuan orang kantor nih!" - postingan Path, biasanya disertai foto-foto



Pokoknya banyak deh. 
Jangan sampai hal-hal kayak gini menyurutkan niatmu untuk mencari kerja yang layak.
Jangan.
Pokoknya jangan.
Jangan ya. Nanti nyesel sendiri.

Orang-orang nggak ngerti perjuangan apa yang teman-teman lewati. Let it flow aja. Rezeki kan Tuhan yang ngatur. Kalau kita gagal di perusahaan ini, mungkin takdir kita di perusahaan anu. Jangan patah semangat!! (Sebenernya ini lebih untuk menyemangati diri sendiri wahahaha)

Saya pernah ditolak tiga perusahaan dalam waktu kurang dari seminggu, dan ketiganya gagal di tahapan psikotes. Wah. Memangnya kepribadian saya seburuk itu ya? 

Selalu jadi juara umum ataupun IPK selalu di atas tiga koma nggak menjamin kita pasti dapat pekerjaan. I got so many life lessons only from recruitment(s). 

Thank you for reading!!!! :)

P.S.
Besok saya akan menjalani tes kesehatan untuk salah satu perusahaan BUMN. Doakan lolos, ya, supaya bisa bercerita lebih banyak!


Tuesday, 4 November 2014

Writing as an Obligation

I have been wanting to be a writer since like seven years ago, but I haven't written anything book-ish since then. Pathetic, right? My extremely short attention span was the first thing I blame. The truth is, I am afraid that no one will read and respond what I write and I am scared that I will not finish even a 300-500 words piece of writing. In fact, I should write everytime I can to keep myself occupied with writing.

The last time I write voluntarily was more than a month ago and it is saddening. I call myself a writer yet I don't write for more than a month?

Of course I have many ideas running inside my head. Of course I want to write everyday. Yet. I. Procrastinate. Everyday. Too. I can find many reasons to postpone writing. I need silence. I need good cafe. I need company. I need coffee. I need rain. My mood is screwed at the moment. I need inspiration. And. Many. Others.

I need to stop this and start writing again. No matter how short it is.