Wednesday, 22 April 2015

About A Woman Who Has Dreams

Saya baru aja skroling-skroling ask.fm, dan tiba-tiba mendapat inspirasi untuk menulis. Bukan, tulisan ini dibuat bukan karena kemarin Hari Kartini. I should feel proud, of course. Tapi semakin umur saya bertambah, saya jadi berpikir kalau saya nggak butuh memperingati Hari Kartini. Kartini spesial, iya. She’s one of a kind. Hanya saja, secara personal, saya udah ngerasa I don’t need her anymore.

Bicara mengenai gender memang isu sensitif bagi sebagian orang. Ambil satu contoh, seorang perempuan yang karirnya lebih sukses dari suaminya. Mari kita definisikan sukses sebagai ‘memiliki posisi yang lebih prestisius’ maupun ‘gaji yang lebih besar’. Jadi, sebelum kita ngobrol lebih jauh, kita bisa menyamakan persepsi tentang kesuksesan.

Saya pikir, laki-laki modern nggak perlu khawatir kalau wanitanya punya penghasilan lebih besar darinya. A woman who earn much money, knows what she’s dealing with. Wanita seperti itu nggak mencari keamanan finansial dari suaminya. She can support herself, but it’s only because it is her dream. Saya ingin sekaligus meyakinkan laki-laki agar nggak merasa minder jika punya wanita seperti itu. She’s strong, but that doesn’t mean she does not need you.

Saya adalah wanita yang punya mimpi tinggi. I wanna be a writer, I wanna be a great banker. If I could be the next Sri Mulyani, why not? If I can be a best-selling author, why shouldn’t I? Kuncinya adalah agar kita bisa menentukan prioritas, mana yang kita pilih sebagai yang utama.

Di Indonesia, seorang wanita memang masih identik sebagai seorang istri. Menjadi seorang istri, apalagi seorang ibu, adalah mimpi yang amat besar dan mulia. Saya akan angkat topi kepada wanita yang berani mengambil keputusan itu. Being a wife, let alone a mother, is the biggest challenge a woman will ever have. Seorang laki-laki harus bersyukur jika wanitanya mau menjadi seorang full-time wife and mother. 

Saya masih menyayangkan anggapan masyarakat Indonesia bahwa menjadi seorang orang tua tunggal (karena bercerai maupun karena memutuskan untuk tidak menikah), maupun menjadi wanita karir, adalah tidak pantas. Kurang disenangi masyarakat. Setiap orang punya jalannya masing-masing, dan tidak ada orang lain yang berhak menentukan bahwa jalan yang kita ambil adalah benar ataupun salah. Semakin dewasa, kita akan paham norma dan nilai yang berlaku di masyarakat, dan kita punya cara sendiri untuk menyesuaikan diri dengan hal itu.

Saya bercita-cita mengangkat anak suatu hari nanti. Bukan berarti saya tidak ingin melahirkan. It’s just, when I see reality shows (mostly Oprah Winfrey’s Show) and movies which have orphan in them, a piece of my heart dies. Saya nggak bisa membayangkan hidup tanpa tahu siapa orang tua saya, dan bagaimana saya akan makan esok harinya. Mungkin itu alasan kenapa Tuhan menyuruh kita agar bersikap baik kepada anak yatim. Apalagi jika kita masih memiliki orang tua lengkap.

You can have all the money in the world, but you can never be able to buy a set of parents.

Apparently you can make efforts to have children even though you’re on your own.

Well, kayaknya tulisan saya mulai nggak nyambung.

Poin saya adalah, meskipun saya wanita, saya merasa memiliki hak untuk berbuat sesuatu selama hal itu tidak merugikan orang lain. Saya punya suara. 

Ketika membicarakan tentang kesetaraan gender, saya lihat masih banyak yang ribut.

“Katanya emansipasi wanita, terus kenapa masih ada ladies parking?”
“Katanya kesetaraan gender, terus kenapa cewek-cewek masih sering minta ladies first?”
“Katanya perempuan dan laki-laki berdiri sama tinggi, duduk sama rendah, kenapa gerbong kereta perempuan dipisah?”
I mean, of course Kartini did not have a clue about ladies parking and Commuter Line.

Maybe, instead, we need to focus on more important issues rather than those.
World domination maybe?

Friday, 17 April 2015

A Journey to the South Coast of Lampung

Some people are saving money so they can travel the world.
Some people are saving money only God knows why.
Some people are saving money to buy their future house (and home).
Some people are saving money to buy gadget.
Me? (mostly) I save my money so I can buy things I suddenly need (or want). I save money so I feel safe. But I make sure I enjoy spending money as it is hard earning it. I mean, what is the point of having much money but you do not enjoy it, right?

Since I have my own money, I told myself to spend it more on visiting interesting places. They don't have to be tourism places. I spent the week before by visiting my close friends in Palembang, and the following week, my On The Job Training partner invited me to visit some more beaches. Of course I would love to join her, since I myself is a more beach person than mountain person. We then decided to visit Sari Ringgung beach, in the south coast of Lampung. We invited one more person from office and he gladly accompanied us.

Sari Ringgung beach was awesome. Not many people had known about it yet, so the beach was still quite clean, neat, and not crowded. We had to pay 40k IDR in total for three people and one car. You can enjoy snorkeling, riding banana boat, or even kayaking in here. The place was hot, but since it was windy, it was okay.

A Glimpse of Sari Ringgung

Le Me and My OJT Partner
After having some coconut slurpies, we decided to drove away Sari Ringgung and just went around the south coast. The view was astonishing. Have you ever watched Japanese anime where the characters rode their bikes with sea-side view? My scenery looked exactly like that.


Seaside Scenery

Less than three meters only from the beach
What's good in the journey we went into is that there were no garbage (only a very few amount of it). It's so refreshing to see such scenery. I mean, after a five-day-work, it is justifiable for us to enjoy the rest of the week. Go make yourself happy. Eat your favorite food, buy things you want, go to any place you desire, visit somewhere new.

Don't be stingy of your money because you can earn it again. Spend the best of it and make yourself happy, your parents happy, your friends happy. Oh, and always remember to donate. Even though it's only an offer from your cellular provider, even though it's only a donation box in the mosque near your house.




I felt really happy that day! I could see the waves, I saw many happy faces from kids who played with the splashing sea water, parents who whined over their naughty children that run around. I felt happy watching other people do their activities, let alone natives. What's more comforting is that Sari Ringgung is still clean. I am so pissed with people who litter everywhere, anywhere they go. My close friends must have known this character of mine. I get mad over people that litter from their car windows. It's disgusting. I mean, all of us must be able to take care of our own shit. It's easy to do yet people are too lazy to get up and look for a trash bin. My bad habit is that I still prefer water bottle over tumblr.

Well at least, make sure you don't throw your rubbish at tourism places. We have the responsibility to keep it clean, so when you visit it again later, you won't see unpleasant things.

Love the country, love the nature, love ourselves.
Thank you for reading!

Tuesday, 7 April 2015

A Short Escape to Palembang

First of all, this is not a blog about travelling. So, I am sorry to disappoint you if you expect me to post many tourism places in Palembang, because I was not going there for that reason. The main reason I went there is because I wanted to meet my best friends, Terry and Neo!

I went to Palembang from Bandarjaya, Lampung, at night. My reason was because I wanted to sleep in the travel car. Not taking so long, I arrived after a very crazy six-hour-drive. Mau mati rasanya, abisnya supirnya ngebut banget. I thought supir bus Luragung yang di Pantura itu udah paling ekstrim, and he proved me wrong. Supir angkutan Lintas Sumatera lebih gila lagi!

Setelah nyampe Palembang emang rasanya agak mual, dan masuk angin. Kayaknya sekarang jadi kebiasaan deh, kalo ke luar kota pasti aku masuk angin. Jakarta-Bandung masuk angin, ke Cirebon masuk angin, pokoknya semuanya masuk angin. Untung nggak mabok.

Saat itu baru ketemu sama Neo doang sih, belum ketemu sama Terry. Seneng banget lho ketemu sama mereka, apalagi kan kita bertiga udah punya kesibukan masing-masing. Neo kerja di salah satu bank swasta di Palembang, sedangkan si Terry lagi koas. Awalnya sahabatan sejak kuliah, dan alhamdulillah masih sampe sekarang, hehehehe. I promised them bakalan nyamperin ke Palembang, dan baru keturutan sekarang. Therefore, my true intention was not to 'travel', but to meet them. I accomplished it happily. Bisa centang satu bucket list deh untuk tahun ini. Yay!

Pagi pertama di Palembang, I spent it by eating pempek! Selama 3 hari di sana makan pempek mulu, sampe enek dan perutnya agak perih karena cuko pempek yang pedes itu. Setelahnya, I asked Neo to accompany me to a mall soalnya mau beli beberapa kebutuhan yang nggak bisa ditemuin di Bandarjaya. Ha ha. Baru deh ketemu sama Terry!

Akhirnya bisa kumpul bocah bertigaaa. Having a sleepover di rumah Terry, masang koyo soalnya puegel banget. I couldn't sleep the night before so I was not feeling very fit, tapi kapan lagi di Palembang, ya nggak? Tadinya kita ngerencanain nonton film tapi udah penuh bioskopnya. Jadi pesen buat besok deh.

Hari Sabtu, 4 April 2015, Terry ada jadwal koas pagi, jadi kita harus berangkat abis subuh. I spent the noon by visiting Jembatan Ampera! Yah, nggak Jembatan Ampera banget sih, tapi nyari spot yang mendukung buat foto sama the infamous Ampera Bridge! I was dying to take a picture with it! Hahahaha. Norak ya, tapi emang pengen banget foto di sana.

Suvi with Jembatan Ampera
Setelahnya, we moved to Museum Sultan Mahmud Badaruddin II, yang letaknya di depan J.Co, tempat kita foto-foto. Kalo gatau Sultan Mahmud Badaruddin II, beliau adalah bapak-bapak yang ada di uang 10 ribu-an. Coba liat deh. Tadinya mau masuk dan exploring banget museumnya, tapi ternyata pengunjungnya lagi sepi, cuma kita berdua. Jadi, kita berdua ketakutan. Baru setengah jalan udah keluar lagi haha. Mas-masnya sampe nanyain kenapa kita udah mau pulang aja padahal masuknya belum nyampe 10 menit.



Di deket masjid agung, ada sebuah monumen, namanya Monumen Perjuangan Rakyat. Sayangnya belum sempet googling tentang monumen itu, but since there is a very huge Burung Garuda, aku jadi kepengen banget foto di bawahnya. Jeng jeng jeng!!

Burung Garuda Besak
Ternyata di dalam monumen itu ada museumnya, dan pengunjungnya lumayan, jadi ga sepi-sepi amat. Museumnya sendiri ada 6 lantai, kemudian di atasnya ada semacam rooftop gitu, jadi kita bisa liht landscape kota Palembang. Sayangnya, Palembang itu PANAS BANGET. Nggak asik kalo di atas lama-lama.

Sorenya, setelah Terry kelar koas, kita nonton Fast and Furious 7! Lumayan sih filmnya, meskipun plotnya nggak sesuai harapan. The effect was not perfect but very good. Memanjakan mata lah.

Jangan lupa makan Pempek di Pempek Vico, ditemani dengan segelas es kacang merah.


Minggu pagi udah balik lagi ke Bandarjaya, and I found a Kampung Bali di daerah Tulang Bawang (kalo ga salah ingat), where there were so many pura untuk sembahyang, dan warna-warni banget! Sayangnya nggak sempat foto-foto. Hiks.

Udah ah, Dedek Cupi sudah lelah ngetiknya. Semoga bisa ke kota lain lagi. Terima kasih *** (nama perusahaan tempat Dedek Cupi bernaung), kalo bukan karena ***, belum tentu punya kesempatan ke sini!

Kiss kiss from Lampung!