Sunday, 22 July 2018

Physical Insecurities: Mencintai Diri Sendiri

Beberapa hari lalu, saya membuat sebuah Instagram story tentang physical insecurity. Saya meyakini bahwa setiap orang pasti punya bagian tubuh yang dibenci, nggak peduli berjuta-juta orang telah bilang, "Kita semua sempurna. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Kita harus mencintai kondisi tubuh kita, bagaimanapun Tuhan menciptakan kita."

The thing is, manusia yang terlahir dengan anggota tubuh lengkap pun merasa kurang. Apakah itu artinya kita adalah makhluk yang tidak tahu terima kasih kepada Tuhannya? Apakah itu berarti kita tidak berempati kepada saudara-saudara kita yang memiliki kekurangan? I don't think so. Hanya karena kita mengeluh, bukan berarti kita tidak berempati. Manusia itu hebat, kita bisa merasakan banyak hal dalam satu waktu. We can feel both sad and happy at the same time.

Di dalam Instagram story yang saya buat, saya bertanya kepada teman-teman saya:

What is your physical insecurity?

Jawabannya cukup membuat saya terkejut. Ternyata banyak juga hal-hal yang membuat kita tidak nyaman dengan diri sendiri. Beberapa di antaranya:

  • Gigi tonggos - padahal saya ngerasa orang ini cantik banget.
  • Semenjak jadi ibu menyusui, payudara jadi gede banget. Nggak pede pake kebaya.
  • Lengan kekar.
  • Bibir kecil, muka kecil, kepala kecil, rambut tipis - I think he's okay, though.
  • Tete kecil - never thought you would feel like this, Sis.
  • Ngerasa ganteng - kayaknya ini orang cuma iseng aja sih ikutan, haha.
  • Betis - nggak ada penjelasan betisnya kenapa, tapi saya rasa, "Betis gede"?
  • Bungkuk - another fine lady feeling insecure about herself.
  • Hidung terlalu mancung - saya rasa ini adalah sarkasme-nya dia sih, soalnya teman yang satu ini sering digodain pesek.
  • Rambut rontok - kayaknya laki-laki insecure dengan kerontokan ya?
  • Gendut - frequent answers. 
  • Mata panda, gigi spasi - another pretty girl.
  • Bibir tebel, nggak pede.
  • Pantat gede tapi kepala kecil, ngerasa nggak proporsional.
  • Muka lebar, paha gede.
  • Bokong gede.
  • Jerawat. 
Ternyata orang-orang di sekitar saya pun merasa banyak kekurangan. Mereka masih merasa bahwa kondisi fisik mereka tidak sempurna, dan patut untuk dikeluhkan.

You know what? I think that's really okay!

Selama ini kita dituntut untuk mencintai diri sendiri. Saya sendiri bagaimana? Saya cinta kok dengan diri saya. Makanya saya merawat diri. Mandi setiap hari (saya biasanya mandi satu kali sehari. Mohon maaf ya kalau menurutmu jorok, hahaha), pakai skincare, gosok gigi secara teratur, memakai deodoran, memakai lotion, berdandan, memakai baju yang bersih dan tidak berbau tidak enak, menyemprotkan parfum, menjaga pola makan, dan lain sebagainya.

Selama 26 tahun saya hidup di dunia, saya tidak pernah gemuk. Saya selalu kurus. Sebelum beranjak remaja, saya kesal kalau dipanggil kurus, kayak lidi, kayak belalang, kayak ini kayak itu. Rasanya sedih. Beranjak SMP, saya dipanggil tonggos. That's where I found another insecurity about myself. I got a set of teeth that looked like rabbit teeth or rat's teeth. I wasn't confident with myself. I wanted to get braces, but my family couldn't afford that. What should I do? I decided to embrace it and not make a fuss about it. They kept calling me tonggos but it did not hurt me anymore.

Masuk SMA, masih kurus.
Masuk kuliah, masih kurus.

Masa perkuliahan sama kerja kali ya, yang bikin saya galau banget sama bentuk tubuh dan berat badan. Banyak yang iri dengan berat badan saya. Sebanyak apapun makanan yang masuk ke tubuh saya, nggak akan menambah berat badan saya. It stays. 

"Enak ya, Suvi. Makannya banyak tapi badannya segitu-gitu aja."

Saking banyaknya yang bilang begitu, akhirnya saya menganggapnya sebagai pujian. Saya menganggapnya sebagai sebuah pencapaian. Tidak semua orang bisa seperti saya. Ternyata, insecurity saya bermula dari sini, Saudara-Saudara sekalian.

Suatu ketika, di bulan puasa, saya malas sekali mencari makanan baik untuk sahur maupun berbuka puasa. Saat itu saya masih berada di Cikarang, meskipun perkuliahan sudah libur. Saya memiliki beberapa kegiatan di kampus, and I stayed for those. Saya makan seadanya, dan menyadari bahwa saya kehilangan 6 kilogram dalam waktu 2 minggu saja! Pipi saya terlihat tirus dan entah kenapa saya merasa lebih cantik. WOW.

2 bulan setelahnya, saya mendapat sebuah project untuk menjadi panitia acara pertukaran pelajar yang diadakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Saya dan teman-teman lain yang terlibat diberikan fasilitas menginap di hotel selama kurang lebih 2 minggu, dan saya kalap ketika makan, karena memang enak sekali. Sepulangnya dari lokasi, berat badan saya naik kembali sebanyak 6 kilogram, dan PERUT SAYA BUNCIT! Ketimbang memikirkan kenaikan berat badan, saya lebih takut dengan buncitnya perut saya. Saya merasa begah setiap saat. Saya merasa perut saya bisa meledak sewaktu-waktu, dan saya merasa bentuk badan saya jadi aneh. Perut buncit... There's nothing good with it!

Karena tidak berolahraga secara rutin, saya pun menemukan kesulitan mengembalikan kondisi perut saya seperti sediakala. Butuh waktu berbulan-bulan hingga saya merasa perut saya rata kembali.

Memasuki masa-masa bekerja, kondisi kesehatan saya mulai memburuk.

Memburuk gimana sih, Suv?

 Perut jadi gampang buncit, cepet pusing, gampang lemes (seringnya sih ya karena memang jarang olahraga), dan lain-lain. Berat badan stabil, tapi justru saya menemukan insecurities lain dengan tubuh saya. Kenapa jika berat badan saya naik, badan saya membesar di bagian-bagian tertentu dan tidak merata? Paha, pipi, lengan, perut. Saya nggak punya masalah dengan kenaikan berat badan, asalkan proporsional. My current stable weight is 47-48 kilograms. I get scared once it hits 50-ish, especially when the increase only contributes to several parts of my body. It sucks.

Puncaknya adalah tahun 2017 bulan April, ketika saya terkena tipes. Saya nggak pernah sakit parah selama hidup, jadi pertama kalinya saya kena tipes, saya merasa sangat lemah. Setelahnya, saya berniat untuk memperbaiki pola makan. I usually eat whatever I want. I have the money to buy food, so why not? Setelahnya, saya mulai menjaga asupan makan. Saya nggak diet, saya juga nggak menghitung nutrisi yang masuk ke tubuh saya, tapi saya berusaha makan dengan seimbang setiap harinya. Sudahkah saya poop hari ini? Sudahkah saya makan sayur atau buah? Bagaimana dengan protein? Berapa gelas kopi yang masuk ke kerongkongan hingga sore ini? Berapa gelas air?

Something like that.

Beberapa bulan lalu, berat badan saya tiba-tiba mencapai 50 kilogram dan saya syok. Saya nggak mau berat badan saya kepala lima! Gimana kalau nggak bisa diturunin lagi??

Then I got my heart broken and it easily helped me lose weight. I lost about 3 kilograms in a week.

Dan saya memutuskan untuk membuatnya menjadi titik awal (lagi). Apa yang saya lakukan sekarang untuk menjaga pola makan dan berat badan saya:
  • I've stopped eating instant noodles since April 2017 (and discovered healthy instant noodle from Lemonilo just a couple days ago. It tastes amazing.)
  • Saya selalu sarapan makanan ringan, ditambah buah. Kalau buahnya nggak habis, saya bisa menjadikannya cemilan menjelang siang. Perut tetap kenyang, cemilannya sehat.
  • Saya menyeduh teh atau kopi di pagi hari, lumayan memenuhi asupan gula harian. Jika saya minum kopi jam 9 pagi, biasanya saya kebelet pup di jam 10.00-10.30 pagi. Lumayan kan, metabolisme saya?
  • Saya selalu punya stok cemilan di laci kantor (you can definitely ask my colleagues), tapi akhir-akhir ini saya membeli granola untuk cemilan. Makan granola cepet bikin bosan, jadi 1 bungkus granola (lupa merknya, tapi bisa di-zip kembali) biasanya baru habis setelah 1 minggu. Lumayan, bukan?
  • Saya masih BANGET makan micin kok, tapi ya jangan banyak-banyak dan jangan sering-sering.
  • ALWAYS SAY YES TO FREE FOOD! Ada pizza gratis di kantor? Martabak manis yang kejunya tumpah-tumpah? Ya dimakanlah! Ngapain juga diliatin doang?
  • Beli makan sebelum pulang ke kosan. Biasanya saya pulang selepas maghrib, jadi beli makan dulu, baru ke kosan. Kalau ke kosan dulu, nanti jam 8-9 laper, terus males keluar, terus jadi pesan-antar. Lebih mahal, belum tentu habis, kemudian besok pagi perutnya buncit karena makan kemaleman. Hahahaha.
  • Rutin berpuasa. Saya baru menjalankannya 2 minggu, so I still have a long way to go. Bagi saya, puasa tidak hanya membantu kita menahan hawa napsu, tapi juga cleansing pencernaan. Just remember the healthy purpose of Ramadan fasting, and apply it routine.
 Jadi, kalau ada yang nanya ke saya, "Suvi, diet? Ngapain diet sih kan udah kurus?", kadang saya iyakan, kadang saya sanggah. Jika saya diet agar tetap kurus, benar juga sih. Sekarang saya punya ketakutan untuk jadi gemuk, jadi saya mengatur pola makan. Lebih dari itu, saya ingin makan sehat agar di masa tua saya, saya nggak terkena komplikasi penyakit. Amiiin.

I think it's good to have insecurities as long as you take it as a motivation to be better. Try to embrace your weakness, and turn it to something great. I admit my physical insecurity when I was in college, I told everyone that I wasn't confident with my teeth, and instead, they told me it's not a big deal. I felt so relieved. No one talks bad about my teeth afterwards.

Everyone holds at least one physical insecurity, no matter how perfect they look like. We just don't know it. Let them be. They need support and good words, bukan kalimat-kalimat yang menjatuhkan, berkesan negatif, dan menurunkan rasa percaya diri mereka.

Ada yang bilang, satu cara mencari solusi atas sebuah masalah adalah dengan mengakui bahwa kita punya masalah terlebih dahulu. Dengan begitu, kita bisa fokus mencari jalan keluarnya.


Ngemeng apa sih, Suv?
Hahahaha.

Udah ah nulisnya, capek.

See you later!

No comments:

Post a Comment