Beberapa waktu lalu, salah satu following saya bikin Instagram Stories (selanjutnya akan disebut igs/IGS) tentang ‘kesuksesan’ dia berbisnis dan investasi. Dia punya bisnis jastip branded items, dia ikutan bisnis di AFC, dia main crypto dan robot trading juga. Anyway, I’m not gonna comment on how she does her business, because that’s not the point, and I believe she has her own risk mitigations in doing so.
So, about her IGS.
Dia bilang, dia sebenernya nggak nyangka bisa sesukses ini sekarang. She’s christian, and she explained that kalo di Kristen, ada yang namanya persepuluhan. Artinya, setiap gaji/penghasilan yang kita dapat, kita harus sumbang ke gereja sebesar 10%nya. Please correct me if I’m wrong ya, this is how I understand the concept she explained.
Dulu dia kerja kantoran dan dia ngerasa kalo ngasih 10% ke gereja tuh ya lumayan kerasa juga di kantong. Ibaratnya, punya gaji 10jt, berarti 1jt udah harus disetor tuh, ke Tuhan. Tapi, dia yakin, kalau dia ngasih ke Tuhan, dia nggak akan rugi. She planted a mindset, “Tuhan selalu kasih gue 100%, Dia cuma minta gue balikin 10%nya, masa gue nggak kasih?” Dan dia selalu mengingat itu everytime she felt it heavy.
Konsep ini kan sebenernya sama dengan yang diajarkan Islam.
“Kamu nggak akan miskin karena banyak bersedekah.”
“Ada 2,5% hak orang lain di dalam setiap yang kamu hasilkan.”
And so, I though about this a lot.
Lanjut, Mbaknya bilang lagi, dia sempet mikir, “Gue yakin Tuhan akan melancarkan rezeki gue, dan Tuhan janji akan balas berkali-kali lipat dari apa yang udah gue kasih.”
(Sejujurnya agak lupa gimana penyampaiannya, tapi semoga saya nggak misunderstood or misleading)
Dan pasti ada yang nyinyir kan?
“Lah kalo lo berpikiran seperti itu, berarti lo pamrih dong ke Tuhan? Berarti lo nggak ikhlas dong ngasih persepuluhannya?”
Which she replied kayak… Dia nggak pamrih ke Tuhan, tapi dia meyakini bahwa Tuhan nggak akan biarin dia susah selama dia juga membantu gerejanya/umat Tuhan. Eventually, she believes that her success, her comfort saat ini, itu adalah bentuk kasih sayang Tuhan padanya, dan dia harus selalu bersyukur, dan dia harus selalu ingat bahwa Tuhan punya ‘hak’ sebesar 10 bagian dari apa yang dia hasilkan. That should not bother you, because it’s only a part of what you have. God always gives you 100%.
And so, I thought about this over and over again.
Kita semua tahu bahwa konsep keikhlasan itu susah banget. SUSAH. BANGET. Capitalized. Sekalian nanti di-bold dan underlined kalo perlu.
Kalo beribadah tuh harus ikhlas dan khusyuk, beribadah karena Allah, bukan karena yang lain.
Tapi nggak pernah ada yang menjelaskan secara pasti, “Beribadah karena Allah” itu seperti apa bentuknya?
Guru agama Islam saya waktu SMA bilang, ikhlas itu ada tingkatannya. Solat karena takut dosa, solat karena pengen pahala. Solat karena takut masuk neraka, solat karena pengen masuk surga. Solat karena sudah terbiasa, sudah jadi rutinitas, dst dst. Saya pun gak tahu, dst itu apa lagi tingkatannya.
Begitupun dengan bersedekah. It is said that kalau kita bersedekah, Allah akan melipatgandakan rezeki kita berlipat-lipat. Tapi ketika kita bersedekah dengan harapan akan mendapat rezeki lebih, tiba-tiba jadi menghilangkan keikhlasan itu sendiri? Apa iya?
Hubungan komunikasi seorang manusia dengan Tuhannya, seharusnya menjadi hubungan yang paling private yang dimiliki seseorang, karena hanya Tuhannya yang berhak menimbang sebuah niat/perbuatan itu terhitung di mana, tertimbang seberapa berat.
Seseorang mungkin bersedekah dengan harapan didoakan oleh penerima sedekahnya. Sebagian lagi berharap bisa menyucikan harta benda yang ia miliki. Macam-macam alasannya. Apa itu mengurangi manfaat beribadah? Siapa yang bisa memastikan?
(At this point tiba-tiba capek ngetik, dan bingung melanjutkan train of thoughtsnya, lol please pray for me)
Saya percaya kalau hubungan komunikasi dengan Allah itu bisa dilakukan dengan SEGALA CARA. Jangan menahan-nahan apa yang kamu inginkan. Allah is for sure knowing of what you want. Apa saja. Apapun itu. Tapi mungkin Dia menunggumu untuk ‘ngomong’. You have to tell your GOD of what you want. “Kamu mau apa? Seberapa besar kemauan kamu? Seberapa jauh kamu mau mengusahakan itu? Seberapa keras doa yang akan kamu panjatkan? Apa yang akan kamu berikan ke orang lain/padaKu kalau keinginanmu itu Kukabulkan?”
Kalau saya bersedekah karena ingin dapat rezeki berlipat-lipat, apa itu salah? Bukankah akan tetap lebih baik jika dibandingkan dengan, misalnya, saya tidak bersedekah sama sekali? Hal-hal seperti ini kan sangat personal, because I will never tell you what I want, and how I ask Allah of it. Ya buat apa? Yang akan mengabulkan doa saya kan Allah, bukan manusia lain. Meskipun, Allah bisa saja mengabulkan doa kita melalui perantara orang lain.
The point is, jangan takut-takut meminta apapun ke Allah.
Saya ngambek ke Allah aja saya bilang-bilang kok.
“Allah, I’m really mad at you right now. Aku nggak mau solat dulu ah kesel :(“
Salah nggak apa yang saya lakukan? Ya salah, karena meninggalkan solat. Salah, karena jadi suudzon sama Allah, dan lain-lain.
Tapi apa yang saya rasakan ini valid?
Saya yakin ini valid dan manusiawi.
Tapi inipun bentuk komunikasi saya dengan Allah, dan tanpa disadari, I do this everyday. Ya jadi ngebatin aja tiap saat. Ngobrol, curhat atas semuanya.
Emang dijawab sama Allah?
Ya nggak secara langsung. Kitapun nggak tahu kan, Allah tuh gimana jawabnya, dan ini tuh jawaban dari doa yang mana? Kan nggak ada checklist yang visible, yang bisa dilihat dengan mata telanjang.
“Oh ini udah. Yang ini belum.”
Nggak akan pernah ada.
And that’s, I think, is the art of communicating with The Creator.
Kita cuma punya keyakinan. Faith.
Gitu deh.
Dah ah capek, nanti dilanjut lagi.
Stay safe, see you.
Sincerely yours.